Pengertian tentang
desa cukup beragam, beberapa tokoh sosiologi pedesaan dan antropologi
memberikan pandangan tentang desa. Menurut Koentjaraningrat (1984), bahwa desa
dimaknai sebagai suatu komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat.
Pemaknaan tentang desa menurut pandangan ini menekankan pada cakupan, ukuran
atau luasan dari sebuah komunitas, yaitu cakupan dan ukuran atau luasan yang
kecil. Pengertian lain tentang desa dikemukakan oleh Hayami dan Kikuchi (1987)
bahwa desa sebagai unit dasar kehidupan kelompok terkecil di Asia, dalam
konteks ini “desa” dimaknai sebagai suatu “desa alamiah” atau dukuh tempat
orang hidup dalam ikatan keluarga dalam suatu kelompok perumahan dengan saling
ketergantungan yang besar di bidang sosial dan ekonomi. Pemaknaan terhadap desa
dalam konteks ini ditekankan pada aspek ketergantungan sosial dan ekonomi di
masyarakat yang direpresentasikan oleh konsep-konsep penting pada masyarakat
desa, yaitu cakupan yang bersifat kecil dan ketergantungan dalam bidang sosial
dan ekonomi (ikatan-ikatan komunal).
Dasar Pelapisan Sosial
Desa mempunyai
ciri atau karakteristik yang berbeda satu sama lain, tergantung pada konteks
ekologinya. Pengkajian masyarakat pedesaan memberikan ciri atau karakteristik
yang cenderung sama tentang desa. Pada aspek politik, masyarakat desa cenderung
berorientasi “ketokohan”, artinya peran-peran politik desa pada umumnya ditanggungjawabkan
atau dipercayakan pada orang-orang yang ditokohkan dalam masyarakat. Secara
ekonomi, mata pencaharian masyarakat desa berorientasi pada pertanian artinya
sebagian besar masyarakat desa adalah petani. Sedangkan dalam konteks
religi-kultural masyarakat desa memiliki ciri nilai komunal yang masih kuat
dengan adanya guyub rukun, gotong royong dan nilai agama atau religi yang masih
kuat dengan adanya ajengan atau Kyai sebagai pemuka agama.
Secara historis,
desa memerankan fungsi yang penting dalam politik, ekonomi dan sosial-budaya di
Indonesia. Di sisi lain, pedesaan merupakan daerah yang dominan jumlahnya di
Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di daerah pedesaan.
Hal ini memberikan implikasi pada banyaknya program pembangunan yang
diorientasikan pada masyarakat pedesaan. Dengan demikian, maka kajian mengenai
masyarakat desa menjadi suatu hal yang sangat penting dilakukan sebagai
kerangka dasar pembangunan nasional. Dua hal penting yang akan menjadi fokus
kajian tentang pedesaan dalam kegiatan turun lapang ini yaitu struktur sosial
dan dinamika masyarakat pedesaan. Struktur sosial yang dimaksudkan adalah
hubungan antar status/peranan yang relatif mantap. Sementara itu, dinamika
masyarakat dimaknai sebagai proses gerak masyarakat dalam keseharian, dalam
konteks ruang dan waktu.
Sastramihardja
(1999) menyatakan bahwa desa merupakan suatu sistem sosial yang melakukan
fungsi internal yaitu mengarah pada pengintegrasian komponen-komponennya
sehingga keseluruhannya merupakan satu sistem yang bulat dan mantap. Disamping
itu, fungsi eksternal dari sistem sosial antara lain proses-proses sosial dan
tindakan-tindakan sistem tersebut akan menyesuaikan diri atau menanggulangi
suatu situasi yang dihadapinya. Sistem sosial tersebut mempunyai elemen-elemen
yaitu tujuan, kepercayaan, perasaan, norma, status peranan, kekuasan, derajat
atau lapisan sosial, fasilitas dan wilayah.
Masyarakat selalu
dikaitkan dengan gambaran sekelompok manusia yang berada atau bertempat tinggal
pada suatu kurun waktu tertentu. Pengertian ini menggambarkan adanya anggapan
bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari faktor lingkungannya, baik yang
bersifat fisik maupun sosial. Berdasarkan pandangan dari segi sosiologi, hal
ini memperlihatkan adanya interaksi sosial antara manusia secara kelompok
maupun pribadi. Masyarakat mengutamakan hubungan pribadi antara warganya, dalam
arti bahwa masyarakat desa cenderung saling mengenal bahkan seringkali
merupakan ikatan kekerabatan yang berasal dari suatu keluarga ”pembuka desa”
tertentu yang merintis terbentuknya suatu masyarakat guyub. Pada masyarakat
desa terdapat ikatan solidaritas yang bersifat mekanistik dalam arti bahwa
hubungan antar warga seakan telah ada aturan semacam tata krama atau tata
tertib yang tidak boleh dilanggar jika tidak ingin mendapat sanksi. Adanya tata
tertib tersebut sesungguhnya ingin menjaga suatu comformity di kalangan
masyarakat desa itu sendiri.
Menurut Geertz
(1963) masyarakat desa di Indonesia identik dengan masyarakat agraris dengan
mata pencaharian sektor pertanian, baik petani padi sawah (Jawa) maupun ladang
berpindah (Luar Jawa). Selain itu, sejumlah karakteristik masyarakat desa yang
terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini
masih sering ditemui yaitu: sederhana, mudah curigai, menjunjung tinggi
kekeluargaan, lugas, tertutup dalam hal keuangan, perasaan minder terhadap
orang kota, menghargai orang lain, jika diberi janji akan selalu diingat, suka
gotong royong, demokratis, religius. Kedudukan seorang dilihat dari berapa
luasan tanah yang dimiliki.
Stratifikasi
Sosial
Stratifikasi
sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status (Susanto,
1993). Definisi yang lebih spesifik mengenai stratifikasi sosial antara lain
dikemukakan oleh Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) bahwa pelapisan sosial
merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas tinggi dan kelas
rendah. Sedangkan dasar dan inti lapisan masyarakat itu adalah tidak adanya
keseimbangan atau ketidaksamaan dalam pembagian hak, kewajiban, tanggung jawab,
nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
Teori Pembentukan
Pelapisan Sosial
Diferensiasi dan
ketidaksamaan sosial mempunyai potensi untuk menimbulkan stratifikasi sosial
dalam masyarakat. Diferensiasi sosial merupakan pengelompokan masyarakat secara
horizontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu. Berbeda dengan ketidaksamaan
sosial yang lebih menekankan pada kemampuan untuk mengakses sumberdaya,
diferensiasi lebih menekankan pada kedudukan dan peranan.
Stratifikasi
sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau dibentuk secara
sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang dikemukakan Karl
Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan
hak kepemilikan.
Pembagian Kerja
Jika dalam sebuah
masyarakat terdapat pembagian kerja, maka akan terjadi ketergantungan antar
individu yang satu dengan yang lain. Seorang yang sukses dalam mengumpulkan
semua sumber daya yang ada dan berhasil dalam kedudukannya dalam sebuah
masyarakat akan semakin banyak yang akan diraihnya. Sedangkan yang bernasib
buruk berada di posisi yang amat tidak menguntungkan. Semua itu adalah penyebab
terjadinya stratifikasi sosial yang berawal dari ketidaksamaan dalam kekuasaan
dalam mengakses sumber daya.
Menurut Bierstedt
(1970) pembagian kerja adalah fungsi dari ukuran masyarakat
- Merupakan syarat perlu terbentuknya kelas.
- Menghasilkan ragam posisi dan peranan yang membawa pada ketidaksamaan sosial yang berakhir pada stratifikasi sosial.
Konflik Sosial
Konflik sosial di
sini dianggap sebagai suatu usaha oleh pelaku-pelaku untuk memperebutkan
sesuatu yang dianggap langka dan berharga dalam masyarakat. Pemenangnya adalah
yang mendapatkan kekuasaan yang lebih dibanding yang lain. Dari sinilah
stratifikasi sosial lahir. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan dalam
pengaksesan suatu kekuasaan.
Hak Kepemilikan
Hak kepemilikan adalah
lanjutan dari konflik sosial yang terjadi karena kelangkaan pada sumber daya.
Maka yang memenangkan konflik sosial akan mendapat akses dan kontrol lebih
lebih dan terjadi kelangkaan pada hak kepemilikan terhadap sumber daya
tersebut.
Setelah semua akses yang ada mereka dapatkan, maka mereka akan mendapatkan kesempatan hidup (life change) dari yang lain. Lalu, mereka akan memiliki gaya hidup (life style) yang berbeda dari yang lain serta menunjukannya dalam simbol-simbol sosial tertentu.
Setelah semua akses yang ada mereka dapatkan, maka mereka akan mendapatkan kesempatan hidup (life change) dari yang lain. Lalu, mereka akan memiliki gaya hidup (life style) yang berbeda dari yang lain serta menunjukannya dalam simbol-simbol sosial tertentu.
Dasar Pelapisan Sosial
Ukuran atau
kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke
dalam suatu lapisan. (Calhoun dalam Soekanto, 1990) adalah sebagai berikut :
- Ukuran kekayaan, barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya : rumah, kerbau, sawah, dan tanah.
- Ukuran kekuasaan, barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atas. Contoh: Pak Kades, Pak Carik, Tokoh masyarakat (Tomas).
- Ukuran kehormatan, orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada maysarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
- Ukuran pengetahuan, pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Barang siapa yang berilmu maka dianggap sebagai orang pintar.
Sifat Sistem
Pelapisan Masyarakat
Sifat sistem
pelapisan di dalam suatu masyarakat menurut Soekanto (1990) dapat bersifat
tertutup (closed social stratification) dan terbuka (open social
stratification). Sistem tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang
dalam suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas
maupun ke bawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk
menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran (mobilitas yang
demikian sangat terbatas atau bahkan mungkin tidak ada). Contoh masyarakat
dengan sistem stratifikasi sosial tertutup adalah masyarakat berkasta, sebagian
masyarakat feodal atau masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada
perbedaan rasial.
Sistem terbuka,
masyarakat di dalamnya memiliki kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan
sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh
dari lapisan yang atas ke lapisan yang di bawahnya (kemungkinan mobilitas
sangat besar). Contohnya adalah dalam masyarakat demokratis.
Unsur-Unsur
Lapisan Masyarakat
Hal yang
mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat
menurut Soekanto (1990) adalah kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan (status)
diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial.
Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya
sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise-nya,
dan hak-hak serta kewajibannya.
Masyarakat pada
umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu :
- Ascribed-status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Pada umumnya ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya masyarakat feodal (bangsawan, kasta).
- Achieved-status,
yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan
masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap
orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Kadang-kadang
dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu Assigned status yang merupakan
kedudukan yang diberikan. Assigned status sering memiliki hubungan erat dengan
achieved stastus.
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat.
Mobilitas Sosial
Soekanto (1990)
mendefinisikan gerak sosial sebagai suatu gerak dalam struktur sosial yaitu
pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Sorokin
(1959) dalam Soekanto (1990) menyebutkan ada dua gerak sosial yang mendasar
yaitu; pertama, gerak sosial horisontal yaitu peralihan status individu atau
kelompok dari suatu kelompok sosial lainnya yang sederajat. Misalnya seorang
petani kecil beralih menjadi pedagang kecil. Status sosial tetap sama dan
relatif bersifat stabil. Kedua, gerak sosial vertikal yaitu peralihan individu
atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat.
Sorokin (1959)
dalam Soekanto (1990) menyebutkan bahwa sesuai dengan arahnya gerak sosial
vertikal secara khusus dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
- Gerak sosial vertikal naik (sosial climbing), berupa: masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi yang telah ada sebelumnya atau pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok itu.
- Gerak sosial vertikal turun (sosial sinking), berupa: turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya atau turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa suatu disintegrasi dalam kelompok sebagai kesatuan.
Menurut Sorokin
(1959) dalam Soekanto (1990) mobilitas sosial vertikal mempunyai
saluran-salurannya dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal yang
melalui saluran tertentu dinamakan sirkulasi sosial. Saluran yang terpenting di
antaranya adalah angkatan bersenjata, lembaga keagamaan (menaikkan kedudukan
oarang-orang dari lapisan rendah), sekolah (menjadi saluran gerak sosial
vertikal bagi orang-orang dari lapisan rendah yang berhasil masuk dari sekolah
untuk orang-orang lapisan atas), organisasi politik, ekonomi, keahlian, dan
perkawinan.
Contoh Studi Lapang di Kampung Cikadongdong, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Contoh Studi Lapang di Kampung Cikadongdong, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Infrakstruktur
Gambaran Umum
Kampung Cikadongdong
Kampung
Cikadongdong merupakan bagian dari Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang,
Bogor. Kampung ini secara teretorial berada pada wilayah Dusun II, RW. 9,
Kampung Cikadongdong terdiri dari 2 RT. Berpenduduk 47 KK, dengan jumlah
penduduk sekitar ± 473 jiwa.Adapun batas-batas Kampung Cikadongdong:
1) Utara
: Kampung Batu Beulah
2) Selatan
: Kampung Cigamea
3) Timur
: Kampung Cimanggu
4) Barat
: Kali Cianten
Mata Pencaharian
Masyarakat Kampung Cikadongdong
Sebagian besar
masyarakat kampung Cikadongdong bekerja sebagai buruh serabutan dan penggarap
sawah, hal ini disebabkan karena kurangnya lahan persawahan yang berada di
Kampung Cikadongdong sehingga mayoritas dari mereka memilih untuk bekerja
sebagai buruh serabutan di beberapa daerah di luar Kampung Cikadongdong. Namun,
ada juga yang bekerja sebagai peternak kambing, pengrajin kusen, tukang ojek,
kuli bangunan, pedagang.
Sarana dan Prasarana Kampung Cikadongdong
Sarana dan Prasarana Kampung Cikadongdong
Kampung
Cikadongdong merupakan bagian kecil dari Desa Situ Udik, sehingga untuk sarana
dan prasarana yang tersedia di kampung ini tidaklah begitu lengkap, namun tetap
ada. Sarana dan prasarana yang tersedia di kampung Cikadongdong di antaranya
terdapat masjid, lapangan sepak bola, pos ronda, dan sarana irigasi. Sebagian
besar masyarakat Kampung Cikadongdong telah memiliki media informasi elektronik
sendiri, seperti televisi, VCD, dan radio.
Suprastruktur
Sejarah Kampung
Nama Kampung
Cikadongdong menurut persepsi mitos masyarakat setempat, dikarenakan pada zaman
dahulu tedapat sebuah pohon kedondong besar yang tumbuh di dalam wilayah
kampung tersebut, sehingga masyarakat memberi nama kampung tersebut Kampung
Cikadongdong. Pada mulanya Kampung Cikadongdong hanya ditinggali oleh empat
kepala keluarga. Mereka adalah keluarga Bapak Oyot Traimah, keluarga Bapak Jaison,
keluarga Bapak Salihin, dan keluarga Bapak Satian. Dari keempat KK inilah
kemudian terjadi sebuah regenerasi aktif yang hingga kini mencapai 47 KK.
Karateristik
Masyarakat
Mayoritas
masyarakat Kampung Cikadongdong merupakan warga asli daerah Desa Situ Udik,
sehingga tingkat kekerabatan di antara mereka masih sangat tinggi (genealogis),
misalnya saja dapat kita lihat dari persebaran bangunan perumahan yang pada
umumnya rumah-rumah yang bersebelahan adalah masih mempunyai hubungan secara
keluarga. Sebagai contoh, Pak Mukhlis yang menjabat sebagai Ketua RT rumahnya
berdekatan dengan rumah ibunya dan empat saudaranya yang saling bersebelahan
satu sama lain. Masyarakat Kampung Cikadongdong sangat memegang teguh prinsip
gotong-royong dan musyawarah untuk mufakat dalam kehidupan sehari-harinya, hal
ini terlihat ketika akan memperbaiki Masjid Darrusalaam. Sebelum memulai
pekerjaan mereka bermusyawarah untuk membahas pembelian material dan kemudian
dalam melakukan perbaikan pun dikerjakan secara gotong royong oleh masyarakat
setempat.
Secara garis
besar, mayoritas kehidupan masyarakat di kampung ini dilandasi oleh nilai-nilai
religius yang kuat. Hal ini dibuktikan seluruh masyarakat Kampung Cikadongdong
menganut agama yang sama yaitu Islam. Kegiatan majelis ta’lim dan pengajian
selalu diadakan rutin mingguan, dengan seorang kyai yang memimpin kegiatan
tersebut.
Rata-rata
pendidikan masyarakat Kampung Cikadongdong hanya sampai jenjang pendidikan
Sekolah Dasar (SD) saja, namun ada juga lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Sekolah Menenah Atas (SMA) yang jumlahnya sedikit dan jarang. Hal ini
umumnya disebabkan faktor ekonomi keluarga yang tidak mendukung untuk
meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena faktor keterbatasan
biaya sekolah. Sebagian besar masyarakat Kampung Cikadongdong bermata
pencaharian sebagai buruh tani, karena hanya sebagian kecil saja masyarakat
Kampung Cikadongdong yang memiliki sawah sendiri.
Pelapisan
Masyarakat
Pelapisan
masyarakat di Kampung Cikadongdong merupakan pelapisan sosial terbuka yang
memberikan peluang pada warganya untuk mengadakan gerak perubahan di dalam
pelapisan sosial, sehingga individu-individu dalam sistem sosial kemasyarakatan
mempunyai peluang untuk melakukan mobilisasi sosial/ gerak sosial. Pelapisan sosial
tersebut didasarkan oleh tingkat pengetahuan, kehormatan, kekuasaan, dan
kekayaan yang dimiliki oleh individu dalam masyarakat, dimana biasanya individu
tersebut mempunyai akses terhadap sumber daya.
Dari empat dasar
tersebut yang paling dominan di Kampung Cikadongdong adalah dasar pengetahuan;
yaitu pengetahuan religius tentang Agama Islam. Secara faktual di lapangan,
memang pembedaan dan ketidaksamaan sudah terjadi secara otomatis dalam hal yang
bertalian dengan umur dan jenis kelamin (sex) yang merupakan pembedaan yang
melekat semenjak mereka lahir, cara pembedaan ini merupakan sebuah bentuk
konsekuensi logis dari adanya pembedaan di atas yang tidak dapat ditawar-tawar
lagi. Kedekatan tempat tinggal (dalam hal ini hubungannya dengan akses) turut menjadi
faktor penentu ”kemudahan” hidup sesorang. Barang siapa yang rumahnya
berdekatan dengan rumah Pak RT, tokoh masyarakat, “elite lokal”, tentunya akses
informasi (komunikasi) menjadi mudah, misalnya ketika pemberian bantuan subsidi
tunai (BLT dari penarikan subsidi BBM), orang-orang yang bertempat tinggal di
sebelah Pak RT tentunya akan mengetahui lebih cepat daripada orang-orang yang
bertempat tinggal jauh dari rumah Pak RT.
Diferensiasi dan
Ketidaksamaan Sosial
Diferensiasi dan
ketidaksamaan sosial merupakan hal pokok yang pasti ada ketika kita membahas
stratifikasi sosial. Ketika ada pembedaan dan ketidaksamaan dalam masyarakat,
pandangan Marxist menyatakan tentunya menyebabkan masyarakat tersebut menjadi
berkelas-kelas/bertingkat-tingkat, sehingga muncul pelapisan-pelapisan dalam
masyarakat. Ada yang berada pada golongan atas, menengah dan bawah, yang
mempunyai kemampuan untuk mengakses “sumber daya” berbeda-beda, dimana kelas
lapisan atas lebih mendominasi daripada kelas menengah atau bahkan kelas bawah.
Ada kecenderungan golongan bawah untuk berusaha naik menggantikan kedudukan
golongan atas dan golongan atas juga berusaha mempertahankan posisinya bahkan
lebih meningkatkan lagi, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi lapisan
golongan atas untuk turun menjadi golongan menengah bahkan golongan bawah
dengan beberapa faktor yang dapat menyebabkan semua ini terjadi. Adapun
yang kami temukan di Kampung Cikadongdong, diferensiasi dan ketidaksamaan
sosial mengacu pada:
1) Pengetahuan
(pondok pesantren)
2) Jenis
Kelamin (alamiah).
3) Umur
(alamiah).
4) Kekayaan.
5) Kedekatan
wilayah tempat tinggal dengan elit lokal.
Diferensiasi
Sosial
Penjelasan lebih
lanjut mengenai diferensiasi sosial yang kami temukan di Kampung Cikadongdong
adalah sebagai berikut:
- Jenis Kelamin: di Kampung Cikadongdong laki-laki dipandang lebih bisa untuk menjadi pemimpin dibandingkan perempuan, karena menurut pandangan mereka kaum pria mempunyai figur yang lebih kuat untuk bisa dijadikan seorang pemimpin dalam membimbing kaum wanita dan anak-anak di kesehariannya, juga selain itu masyarakat Kampung Cikadongdong berusaha untuk menerapkan apa yang terkandung dalam ajaran Islam, bahwa kaum pria lebih kuat dibandingkan kaum wanita. Contohnya bisa menjadi imam masjid sedangkan perempuan yang dipimpin atau dengan kata lain jadi makmumnya.
- Umur: di Kampung Cikadongdong orang yang lebih tua akan lebih dihormati oleh masyarakat setempat karena mereka menggolongkan orang yang dianggap lebih tua itu kepada kaum sesepuh yang patut untuk banyak didengarkan nasihat-nasihat dari mereka. Contohnya dalam kerja bakti orang tua yang mengatur pekerjaan anak mudanya.
- Pengetahuan: orang yang mempunyai pengetahuan ilmu agama yang lebih mapan akan lebih dipercaya untuk memimpin kegiatan yang bersifat religius sehingga mereka bisa menyalurkan ilmu agama yang mereka miliki kepada masyarakat Kampung Cikadongdong. Contohnya lulusan pesantren lebih dipercaya untuk menjadi imam di masjid.
- Kekayaan: kepemilikan seseorang terhadap sumber daya yang berkaitan dengan hal kekayaan yang dimiliki oleh beberapa orang di kampung tersebut, dapat membantu warga setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sehingga pada kenyataannya warga tidak begitu kesulitan dalam mencukupi kebutuhannya baik primer maupun yang sekunder. Contohnya banyak warga yang membeli kebutuhan hidupnya di warung-warung terdekat.
- Kedekatan wilayah: orang-orang yang tinggal dekat dengan kepala RT dan tokoh masyarakat lainnya dapat membantu dalam penyebaran informasi tentang suatu hal, sehingga informasi tersebut dapat mencapai tujuan yaitu kepada penduduk yang lain dengan lebih cepat tersebar secara merata.
Ketidaksamaan
Sosial
Ketidaksamaan
sosial yang terdapat di Kampung Cikadongdong antara lain:
- Jenis kelamin: karena laki-laki lebih sering shalat di masjid dibandingkan perempuan maka laki-laki lebih cepat menerima informasi-informasi penting yang disampaikan di masjid, baik disampaikan secara langsung (dari mimbar masjid) oleh kyai maupun dari interaksinya dengan orang lain ketika berada di lingkungan masjid.
- Umur: orang yang lebih tua umumnya akan mendapat pengetahuan lebih cepat dari anak muda karena mereka biasa menganggap suatu hal yang baru lebih serius daripada anak muda yang masih menganggap hal seperti itu sebagai hal yang kurang begitu penting bagi mereka dengan tidak memikirkan apa dampak yang akan terjadi bagi mereka.
- Pengetahuan: orang yang memiliki pengetahuan agama yang lebih mapan akan lebih cepat dalam mengambil tindakan tentang suatu hal yang berkaitan dengan masalah agama yang terjadi di Kampung Cikadongdong daripada orang yang tidak memiliki pengetahuan agama, karena mereka akan lebih cenderung untuk hanya mengikuti dalam penyeselaian masalah tersebut.
- Kekayaan: orang yang memiliki modal untuk berwirausaha atau harta akan lebih mudah mengakses sumber daya dibandingkan orang yang tidak memiliki apa-apa karena intensitas mereka yang lebih banyak untuk bertemu dengan orang-orang yang berada di lapisan manapun.
- Kedekatan
wilayah: orang yang bertempat tinggal dekat ketua RT atau tokoh masyarakat akan
lebih cepat memperoleh informasi daripada yang tinggal lebih jauh dan bisa
turut berperan sebagai penyebar informasi yang ada kepada masyarakat yang
lainnya.
Dasar-Dasar Terjadinya Stratifikasi Sosial di Kampung Cikadongdong
Dasar Kekayaan
Suatu masyarakat
yang memiliki kekayaan cukup banyak dapat dikategorikan termasuk orang yang
cukup terpandang oleh sekitarnya. Ukuran kekayaan itu dapat dilihat dari
kepemilikan tanah, mobil pribadi dan sebagainya. Namun, pada penelitian yang kami
lakukan di Kampung Cikadongdong tidak ditemukan ukuran kekayaan yang seperti
disebutkan di atas. Untuk masyarakat yang terpandang karena kekayaan, ukuran
kekayaannya dapat dilihat dari kepemilikan mereka terhadap luas lahan
persawahan, ternak kambing maupun kerbau, pendapatan dari usaha sendiri seperti
toko. Sebagai contoh yang kami temukan di lapangan yaitu Bapak Shidiq yang
memiliki sebidang lahan sawah dan ternak kerbau sendiri. Kadang-kadang kerbau
beliau ini disewakan untuk kepentingan persawahan. Selain itu, ada juga bapak
Uci yang memiliki usaha sendiri yaitu toko.
Dasar Kekuasaan
Di Kampung
Cikadongdong, masyarakat yang memiliki kekuasaan dalam politik lokal setempat
atau yang mempunyai wewenang besar dalam memutuskan suatu perkara mengenai masyarakat
akan lebih dihormati keberadaannya. Sebagai contoh yang kami temukan di
lapangan adalah Pak Mukhlis dalam hal ini beliau menjabat sebagai Ketua RT dan
Pak Harun. Oleh karena keberadaan mereka sangat berarti dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat, maka kekuasaan ini dapat dijadikan modal penting
untuk mengatur kehidupan antar warga Kampung Cikadongdong.
Dasar Kehormatan
Pada umumnya orang
yang paling dihormati oleh masyarakat Kampung Cikadongdong adalah orang-orang
yang termasuk ke dalam golongan tua, karena anggapan masyarakat setempat mereka
mempunyai pengalaman hidup yang lebih banyak dibandingkan dengan kaum yang
masih muda dan juga mereka beranggapan bahwa orang yang termasuk ke dalam
golongna tua itu di dalam riwayat hidupnya pernah berjasa terhadap keberadaan
Kampung Cikadongdong. Sebagai contoh dalam hal ini adalah Ibu Asni, beliau
termasuk salah satu warga yang dihormati dan disegani karena dengan melihat
usianya beliau dianggap sebagai orang yang dituakan oleh masyarakat setempat.
Mengingat masih berlakunya sebuah norma, bahwa orang yang lebih muda harus
menghormati orang yang lebih tua.
Dasar Pengetahuan
Di Kampung
Cikadongdong, masyarakat menempatkan orang yang memiliki pengetahuan agama
tinggi sebagai orang yang paling dihormati. Hal ini disebabkan karena keadaan
religius masyarakat setempat yang sangat kuat dengan dibuktikan seluruh
penduduk Kampung Cikadongdong memeluk agama Islam. Sebagai contohnya Bapak Haji
Ujang, beliau adalah seorang lulusan pesantren dan juga selain itu beliau
mengajar ngaji dari anak-anak kecil di kampung tersebut. Bahkan tidak hanya
anak kecil, beliau juga sering memberi nasihat kepada para ibu-ibu mengenai
kehidupan berumah tangga ketika diadakannya pengajian untuk ibu-ibu. Selain Pak
Haji Ujang ada pula Ibu Hj. Masrini, sama halnya dengan Pak Haji Ujang beliau
juga sering memberikan nasihat kepada ibu-ibu setempat dalam pengajian.
Startifikasi
Sosial Dalam Dinamika Sosial
Dinamika Ekonomi
Ada beberapa kaum
pemuda Kampung Cikadongdong yang merasa dirinya kurang bisa memenuhi kebutuhan
kehidupannya di dalam bidang ekonomi, sehingga kaum pemuda tersebut memilih
jalan untuk melakukan migrasi ke kota yang biasa dikenal dengan urbanisasi.
Harapan yang dihasilkan dari migrasi ke kota itu adalah mereka bisa mendapatkan
penghasilan yang cukup atau lebih dibandingkan penghasilan mereka yang ada di
desa, sehingga adanya migrasi dapat berpengaruh besar terhadap perubahan
dinamika ekonomi di Kampung Cikadongdong.
Dinamika
Religi-Kultural
Masuknya budaya
kota yang dianggap ”lebih” daripada budaya kehidupan pedesaan seperti lifestyle
atau gaya hidup yang berlebihan dari model busana sampai teknologi ternyata
tetap tidak mempengaruhi Religi-Kultural Kampung cikadongdong, karena sebagian
besar dari mereka tetap berpegang teguh terhadap nilai agama dan budaya yang
sangat kuat yaitu Islam. Meskipun dalam kenyataannya ada juga para pemuda
kampung tersebut yang mengikuti gaya hidup perkotaan, namun secara keseluruhan
nilai-nilai Dinamika Religi-Kultural di Kampung Cikadongdong tidak banyak
berubah.
Dinamika Politik
Kancah dunia
perpolitikan yang terjadi di Indonesia dengan sistem multi partai yaitu 36
partai, ternyata tidak mempunyai pengaruh besar terhadap dinamika perpolitikan
lokal Kampung Cikadongdong. Walaupun keadaan nyata yang terjadi di luar adalah
Partai Golkar sebagai pemenang dalam Pemilu, tetapi masyarakat Kampung
Cikadongdong tetap teguh terhadap pilihan mereka, yaitu mayoritas mereka
memilih Partai Persatuan Pembangunan sebagai pilihan mereka. Hal ini disebabkan
selain partai tersebut dilambangkan Ka’bah sebagai tolok ukur utama tentang
Islam, tetapi juga disebabkan karena sebagian besar dari mereka memilih dengan
mengikuti pilihan dari tokoh masyarakat yang dianggap disegani oleh warga
setempat karena pengaruh dari tokoh masyarakat di bidang religi tersebut yang
sangat kuat, sehingga masyarakat lebih memilih untuk mengikuti pilihan dari
tokoh masyarakat yang ada.
Pelapisan
Masyarakat yang Ada di Kampung Cikadongdong
Bidang Politik
Pada bidang
politik adalah termasuk di dalamnya orang-orang yang mempunyai kedudukan secara
formal berkaitan dengan struktur pemerintahan baik di Kampung Cikadongdong
secara intern maupun hubungannya secara ekstern dengan struktur pemerintahan
pada tingkat desa. Dalam bidang politik di Kampung Cikadongdong, orang
yang kami kelompokkan berada di lapisan teratas adalah:
1) Kepala
desa
Bapak Miftahul
Lukman merupakan sosok pemimpin yang disegani oleh masyarakat Desa Situ Udik,
karena beliau adalah seorang kepala desa yang bijaksana. Kedudukan beliau
sebagai kepala desa membuat Pak Miftahul Lukman bisa mempengaruhi masyarakat
desa melalui adanya beberapa kebijaksanaan yang beliau buat berkaitan penting
dengan perkembangan desanya dan juga mempunyai kewenangan secara formal
terhadap struktur pemerintahan di tingkat desa. Pada beberapa event penting
kepala desa akan diundang untuk datang ke Kampung Cikadongdong sehingga
masyarakat setempat bisa mengenal siapa kepala desa mereka. Selain dari itu,
kepala desa juga akan turun tangan langsung jika di Kampung Cikadongdong
terjadi konflik sosial yang tidak bisa ditangani oleh tokoh masyarakat
setempat. Hal ini menunjukkan suatu bukti bahwa kepala desa cocok untuk
ditempatkan pada posisi lapisan paling atas di bidang politik secara formal.
2) Kepala
dusun 02
Kampung
Cikadongdong secara struktur pemerintahan desa berada di bawah suatu dusun;
yaitu dusun 02, sehingga kepala dusun 02 mempunyai kewenangan terhadap
masyarakat kampung tersebut. Mayoritas masyarakat Kampung Cikadongdong pun
sangat menghormati keberadaan kepala dusun 02 di kalangan masyarakat setempat.
3) Kepala
RW 09
Sebagaimana yang
ada dalam struktur pemerintahan desa yang telah disepakati, Kampung
Cikadongdong juga masih dalam kewenangan seorang kepala RW 09, sehingga
masyarakat di kampung tersebut masih sangat menghormati dengan kebijakan yang
diputuskan oleh kepala RW untuk kesejahteraan masyarakat.
Di lapisan kedua
dalam bidang politik, kami mengelompokkan Kepala RT 05 dan RT 06 secara formal
karena mereka tetap mempunyai kaitan secara langsung dengan pihak yang lebih
atas dalam struktur pemerintahan desa yaitu dalam hal ini kepala RW untuk
melaksanakan tugas administrasinya sebagai kepala RT. Selain itu, yang kami
tempatkan pada lapisan menengah adalah tokoh masyarakat sekitar yang dihormati
keberadaan mereka dalam masyarakat walaupun secara informal karena mereka
memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi masyarakat dalam mendukung terciptanya
suasana yang teratur di lingkungan tersebut.
Dan di lapisan
paling bawah kami kelompokkan kepala keluarga karena pemerintahan paling
sederhana di masyarakat adalah di tingkat keluarga dan kepala keluargalah yang
memiliki andil paling besar di dalam keluarga, sehingga kepala keluarga
mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya baik secara material
maupun immaterial.
Bidang Ekonomi
Pada bidang
ekonomi, yang menjadi ukuran terdeferensiasinya suatu masyarakat adalah
kepemilikan seseorang terhadap suatu sumber daya yang bisa menghasilkan
keuntungan, baik secara materiil maupun immateriil.Kami mengelompokkan
orang-orang masyarakat Kampung Cikadongdong ke dalam lapisan yang teratas
yakni:
- Orang-orang yang mempunyai sawah karena lahan persawahan adalah sebagai tempat penting bagi masyarakat setempat untuk mengais kehidupan di kampung tersebut.
- Orang-orang yang mempunyai toko karena toko juga merupakan lahan bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan secara meteriil bagi sang pemilik toko.
- Orang-orang yang mempunyai kerbau karena pandangan penduduk setempat siapa yang bisa untuk membeli kerbau adalah hanya orang-orang yang beruang saja, bahkan dengan adanya kerbau si pemilik bisa menyewakannya untuk menggarap sawah