Disebuah kerjaan, karena kesibukan
sang raja memerintah, permaisurilah yang menemani dan sangat memanjakan sang
pangeran. Pangeran tumbuh menjadi pemuda yang sombong, egois, kurang sopan
santun dan malas belajar. Raja sangat sedih memikirkan sikap pangeran muda. Bagaimana
nasib negeri ini nantinya?
Setelah berbincang dengan
permaisuri, raja pun bertitah :"Anakku, tahta kerajaan akan ayah serahkan
kepadamu, tetapi dengan syarat engkau harus tinggal dan belajar selama 1 tahun
di atas bukit bersama seorang guru yang telah ayah pilih. Bila engkau gagal,
maka tahta kerajaan akan ayah serahkan kepada orang lain". Pangeran serta
merta menyanggupi persyaratan itu.
Dalam hati ia berkata,
"Apalah artinya penderitaan 1 tahun dibandingkan kelak sebagai raja, aku
bisa hidup mewah dan bersenang-senang seumur hidupku!". Setibanya di
kediaman sang guru, tingkah laku pangeran tetap sombong, menyebalkan dan tidak
sopan. Dia merasa sebagai pangeran, semua orang harus menuruti kemauannya.
Setiap kali guru bertanya, pangeran menjawab semuanya. Setiap kali gurunya
menerangkan pelajara, pangeran tidak mendengarkan dia merasa sudah tau semua.
Tidak terasa haripun berganti
minggu!
Sang guru berpikir keras tentang
cara untuk memberi pelajaran kepada pangeran yang sombong dan sok pintar itu.
Suatu hari, sang guru menyeduh teh
dan menuangkan ke cangkir pangeran. Air teh dituang terus dan terus hingga
tumpah kemana-mana sehingga mengenai tangan sang pangeran. Pangeran berteriak
marah, "Hai, bodoh sekali!! Menuang teh saja tidak becus!! Cangkir sudah
penuh kenapa masih dituang terus? Air mendidih, lagi!!”. Dengan tersenyum sang
guru berkata tegas, “Beruntung hanya tangan pangeran yang terkena percikan teh
panas. Sebagai seorang pangeran, calon raja dan suri tauladan bagi rakyatnya,
tidak sepantasnya berkata tidak sopan seperti itu, lebih-lebih kepada gurunya
sehingga sepantasnya mulut pangeran yang harus dituang teh panas ini.
Aku sengaja menuang terus cangkir
yang telah terisi penuh karena ingin mengajarkan kepada yang Mulia bahwa
cangkir teh diumpamakan sama seperti otak manusia. Bila telah terisi penuh maka
tidak mungkin diisi lagi. Karenanya kosongkan dulu cangkirmu, kosongkan
pikiranmu, agar bisa diisi hal-hal baru yang positif. Hanya bekal ini yang
ingin guru sampaikan. Bila pangeran tidak berkenan, silahkan pergi dari sini”.
Mendengar perkataan sang gurunya yang tegas, pangeran seketika tertunduk malu.
Peristiwa itu menyadarkan pangeran untuk mengubah sikapnya dan menerima
pelajaran dari gurunya. Tentu saja perubahan sikap ini membuat raja sangat
gembira.
Dan pada suatu hari putri dari
sang guru pulang dari negeri sebrang. Pangeran pun jatuh cinta dan ingin
meminang sang putri untuk menjadi permaisurinya kelak, Tapi putri sang guru itu
tidak mudah ditaklukan hatinya. Akhirnya pangeranpun mencari cara untuk memikat
hati sang putri, segala cara ia lakukan agar putri sang guru tertarik padanya.
Pada suatu hari pangeran mengadakan
pesta topeng di kerajaannya, semua warga diundang tidak terkeculai putri sang
guru. Sang guru pun mengajak putrinya ke pesta itu, tapi putri tidak tahu kalu
itu pesta yang dibuat oleh pangeran. Setibanya di istana, pangeran mengajaknya
untuk berdansa. Dengan sedikit canggung ia pun menerimanya, setelah berdansa
bersama pangeran melepas topengnya. Dan seketika sang putri marah dan berlari
keluar, pangeran pun mengejar sang putri yang berlari.
Pangeran bingung kenapa ia marah
dan berlari saat tau yang berdansa dengannya adalah sang pangeran?
Keesokan harinya pangeran dan
pengawalnya mendatangi rumah sang putri untuk bertemu. Ternyata sang putri
merasa seperti dibohongi oleh pangeran dengan pesta itu. Putri tidak ingin
menemui pangeran, ia berkata kepada ayahnya “saya akan menemui dan memaafkan
pangeran, tetapi dengan satu syarat”. Sang guru pun bertanya “Syarat apa?”. “Syaratnya
adalah pangeran harus bisa mengalahkan putri dalam pertandingan adu naga
terbang”. Pangeran berfikir keras, dan akhirnya menerima tantangan dari sang
putri.
Sang guru memutuskan bahwa
pertandingan adu naga terbang diadakan satu minggu lagi.
Walau sebenarnya pangeran tidak
ahli dalam menunggang naga, iya tetap menerima tantangan sang putri. Ia pun
belajar dan terus berlatih agar naganya bisa bertarung dengan naga milik putri
sang guru. Sampai di hari pertandingan itu, putri terlihat sangat antusias
untuk mengalahkan pangeran. Pangeran pun memikirkan cara untuk menaklukan sang
putri. Rakyat penduduk kerajaan menonton pertandingan seru antara pangeran dan
putri. Mereka membuat taruhan untuk rakyat kerajaan, bagi siapa yang akan
memenangkan pertandingan itu.
Pertandingan pun dimulai kedua
naga saling menyemburkan api dari mulutnya, tidak satupun dari mereka terlihat
mengalah. Sang putri terus menerus menunggang naganya dan menyerang pangeran
sampai pangeran terjatuh, tetapi pangeran tetap tidak menyerah ia bangkit lagi
dan menyerang naga putri.
Lalu pangeran pun bersiasat untuk
memancing naga putri menuju hutan. Di hutan naga putri terus menyemburkan api
dan membuat hutan terbakar. Asap dari kebakaran hutan menyebabkan naga sang
putri tidak dapat melihat lawannya. Akhirnya putri mengendarai naganya ke atas
awan yang sangat tinggi. Pangeran pun mengejarnya, pangeran memberikan serangan
bertubi-tubi kepada naga putri. Dan sang putri pun terkena semburan api dari
naga pangeran, putri terluka dan jatuh. Dengan cepat pangeran mengejar dan
menangkap sang putri, dalam dekapannya sang putri berkata kepada pangeran “Kamu
menang pangeran” sambil tersenyum. Dan tidak lama sang putri menghembuskan
nafas terakhirnya!!!