Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, di sebutkan bahwa konflik
memiliki arti percekcokan; perselisihan; pertentangan; ketegangan atau
pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama ( pertentangan antara dua
kekuatan , pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh,
dsb ). Sedangkan batin, di dalam kamus tersebut, diartikan : yang terdapat di
dalam hati; yang mengenai jiwa ( perasaan hati dsb ); yang tersembunyi ( gaib;
tidak kelihatan ); semangat; hakikat : lahirnya menolong, batinnya
menggolong, kelihatannya speperti hendak menolong, tetapi hakikatnya
merugikan.
berbatin : berkata ( membaca ) di hati;
membatin : memikir di hati; memikirkan sampai meresap ke dalam hati;
membatinkan : merahasiakan ; menyembunyikan; menyimpan di hati;
kebatinan : 1 keadaan batin ( dalam hati ); segala sesuatu yang menyangkut
masalah batin; 2 ilmu yang menyangkut masalah batin; mistik; 3 ajaran atau
kepercayaan bahwa pengetahuan kepada kebenaran dan ketuhanan dapat dicapai
dengan penglihatan batin; tasawuf; 4 ilmu yang mengajarkan jalan menuju ke
kesempurnaan batin; suluk.
Dengan penjabaran secara etimologis tersebut, Kamus Besar Bahasa Indonesia
memberi arti konflik batin sebagai berikut : konflik yang disebabkan oleh
adanya dua atau lebih gagasan atau keinginan yang bertentangan menguasai diri
individu sehingga mempengaruhi tingkah laku;
Dari uraian tersebut jelas bahwa untuk istilah konflik batin ini, arti yang
dipergunakan untuk kata batin adalah arti pada poin (1) yaitu “yang terdapat di
dalam hati” atau “yang mengenai jiwa ( perasaan hati dsb )”, bukan arti pada
poin lain. Jadi, konflik batin merupakan pertentangan yang terdapat dalam hati seseorang
akibat adanya dua atau lebih gagasan atau keinginan yang akibat dari
pertentangan tersebut berpengaruh terhadap perilaku seorang individu.
Sampai di sini, muncul pertanyaan baru yang tak kalah abstraknya, yakni apa
yang dimaksud dengan hati? Membicarakan hati tak ubahnya dengan membicarakan
listrik. Sesuatu yang tak bisa dilihat wujud esensinya, tapi manifestasi atau
gejalanya dapat diamati. Oleh karena itu, membicarakan hal tersebut tidak
mungkin berangkat dari hasil observasi terhadap wujud esensinya sebagaimana
biasa dilakukan, tetapi bermula dari asumsi-asumsi atas dasar gejala yang
tampak.
Kita sekarang kembali kepada definisi konflik batin yang diuraikan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Dari definisi tersebut, sedikitnya ada tiga hal yang
mesti diperhatikan, yakni (1) konflik batin terjadi di dalam hati. Artinya,
konflik tersebut tidak bisa dilihat, bukan merupakan aktivitas fisik; (2)
konflik tersebut diakibatkan oleh adanya dua gagasan atau keinginan; (3)
terjadinya konflik tersebut dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Jika kita kembali mengikuti pola pikir yang dikembangkan psikoanalisa, maka
bisa diambil asumsi bahwa yang dimaksud dengan batin atau hati adalah
struktur kepribadian, yang terdiri dari bagian yang disadari dan yang tidak
disadari. Contoh konflik yang terjadi di wilayah yang disadari sebagai berikut
:
Seorang yang baru lulus dari SMK jurusan IT mendapat tawaran pekerjaan di
sebuah perusahaan periklanan. Perusahaan ini mengkhususkan diri memproduksi
iklan-iklan berbentuk animasi untuk ditampilkan di televisi. Pemuda ini memang
lulusan dari program studi IT, tetapi jurusan yang diambil bukan multi media
melainkan jurusan jaringan. Karena itu, ia tidak tahu banyak mengenai
program-program aplikasi yang dibutuhkan dalam pembuatan animasi. Hal ini ia
sadari betul. Ia sangat yakin jika ia terima tawaran tersebut pasti tidak bisa
bekerja dengan baik, bahkan akan mengecewakan perusahaan tersebut. Namun di
sisi lain, melihat sulitnya mencari lapangan kerja dan besarnya gaji yang
ditawarkan oleh perusahaan iklan itu, ia sangat ingin menerima tawaran
tersebut. Ia bingung untuk menentukan sikap, menerima atau menolak tawaran itu.
Pertentangan ini membuat dia murung sepanjang waktu. Dia lebih suka menyendiri.
Perilaku murung dan menyendiri ini tidak akan berakhir sampai dia mengambil
keputusan pasti, menerima atau menolak tawaran tersebut.
Pemuda ini menyadari bahwa pangkal musabab kegelisahan hatinya adalah adanya
peluang dan kemampuan dirinya. Meski ia menyadari hal ini, ia tak memiliki
cukup kemampuan untuk segera mengambil keputusan. Akibatnya, pertentangan
tersebut berpengaruh terhadap perilakunya, berupa murung dan suka menyendiri.
Adapun contoh konflik batin yang tidak disadari adalah sebagai berikut :
Penulis pernah menghadapi klien yang memiliki perangai yang tergolong kurang
normal. Ia sangat impulsif, hampir tidak bisa mengendalikan amarah. Persoalan
sekecil apa pun dapat menjadikannya kemarahannya meledak luar biasa kepada
orang lain. Ketika ia sedang marah, kata-kata yang keluar tanpa filter norma
sama sekali. Ketidaknormalannya yang lain, ia memiliki sifat hipokrit yang luar
biasa. Dan ketika sifat tersebut ketahuan orang lain, ia sama sekali tidak
memiliki perasaan malu. Yang terakhir, ia memiliki kesukaan selalu mencari
pacar baru, meski untuk itu ia harus banyak mengeluarkan biaya sekadar untuk
memikat calon yang diincarnya. Meski untuk itu ia harus membohongi orangtuanya
untuk mendapatkan uang dan berhutang ke sana kemari.
Setelah melalui proses terapi yang relatif lama, penulis mendapat data-data
pribadi klien tersebut sebagai berikut :
Klien ini berasal dari keluarga yang terbilang kaya dibanding teman-temannya
yang lain. Namun, sejak kecil pemuda ini tidak pernah merasa bahagia. Pasalnya,
ia merasa diperlakukan tidak adil oleh bapaknya. Ia seringkali dimarahi
bapaknya. Ia merasa bapaknya selalu memusuhi dirinya, sementara terhapa
saudara-saudaranya uyang lain, bapaknya menunjukkan sikap sayang yang luar
biasa. Bapaknya seringkali melecehkan dirinya dihadapan saudara-saudaranya yang
lain. Ia diberi stigmatisasi sebagai anak yang bodoh, tidak punya
tanggung-jawab, kurang ajar dan sederet atribut negatif yang lain.
Diperlakukan tidak adil seperti itu membuat dia sangat membenci bapaknya. Bisa
dikatakan bahwa kebencian telah mencapai ubun-ubunnya. Namun, ia tidak ingin
memprotes sikap tidak adil yang dilakukan bapaknya. Justru ia selalu ingin
bersikap sebagai anak baik di hadapan orantuanya tersebut. Apa pun ia korbankan
untuk menuruti perintah dan membahagiakan orangtua. Meski tidak pernah mendapat
aprsesiasi yang memadai dari bapaknya, namun ia terus ingin menunjukkan sebagai
anak baik di hadapan bapaknya.
Dari data-data tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa sikap impulsifnya
sebagai akibat dorongan untuk memberontak kepada sang bapak namun tidak pernah
ia lakukan. Sifat hipokrit muncul karena dorongan memberontak tadi selalu
ditutupi dengan perilaku yang ingin menunjukkan diri sebagai anak yang berbakti
kepada orang tua. Sedangkan sikap yang ingin mendapat pacar sebanyak-banyaknya
merupakan manifestasi dari keinginan untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia
memiliki kelebihan. Sikap ini, secara tidak disadari, juga sebagai bentuk
protes atas sikap bapaknya yang selalu merendahkan dirinya dihadapan
saudara-saudaranya yang lain. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya juga punya
kelebihan.
Setelah klien diajak membicarakan faktor-faktor yang melatar-belakangi sifat dan
sikapnya tersebut, ia menjadi sadar. Dan sifat dan sikap yang disebutkan di
atas berangsur berkurang.
Dari uraian di atas, jelas bahwa perilaku menyimpang yang ditunjukkan oleh
klien berasal dari konflik-konflik yang dia alami pada masa kecil. Konflik-konflik
dan akibatnya tidak pernah ia sadari sampai ia mendapat terapi untuk mengatasi
penyimpangan perilaku tersebut.
Faktor-faktor
Penyebab Timbulnya Konflik Batin
Jika merujuk pada struktur dan dinamika kepribadian yang dibangun Sigmund
Frued, maka munculnya konflik batin ini adalah akibat pertentangan dari
unsur-unsur kepribadian, Id, Ego dan Superego. Sebagaimana diuaraikan dalam
tulisan saya terdahulu, Id berisi dorongan-dorongan instinktif-hewani; Ego
berisi pikiran-pikiran rasional manusia yang sesuai dengan realitas yang
dihadapi; dan Superego berisi sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat
di mana individu berada.
Sepanjang hidupnya, manusia selalu mangalami konflik dari unsur-unsur
kepribadian tersebut. Konflik yang sering terjadi adalah pertentangan antara Id
dan Superego. Ego sebagai penengahnya. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki
Ego lemah, diasumsikan, akan seringkali mengalami konflik batin yang tak
terselesaikan dengan baik. Selanjutnya, konflik batin yang tidak kunjung
diselesaikan dapat mendorong terjadinya konflik individu dengan individu
lainnya. Seperti halnya klien yang dicontohkan di atas, karena ia sering
berperilaku impulsif-agresif mengakibatkan tidak disukai dalam pergaulan. Meski
ketika normal ia berperilaku sangat baik pada orang lain, namun karena
perilakunya yang impulsif tadi sulit diduga oleh teman-temannya, ia pada
akhirnya dijauhi teman-temannya. Dan, sikap teman-temannya yang menjauh darinya
ini menjadikan ‘penyakitnya’ bertambah parah.
Mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat memberi penjelasan mengenai konflik
batin sebagaimana ditanyakan oleh mas Adhidtya. Penulis menyadari bahwa
pemahaman penulis atas persoalan tersebut masih sangat dangkal, karena itu
penulis mengharap ada pihak lain yang sudi memberi pencerahan dalam web blog
ini